Senin, 18 Maret 2013

AMIDA



Amida merupakan senyawa turunan asam karbosilat yang diperoleh dari penggantian –OH pada gugus –COOH oleh gugus –NH2. Amida adalah senyawa yang sangat tidak reaktif, karena protein terdiri dari asam amino yang dihubungkan oleh ikatan amida. Amida tidak bereaksi dengan ion halida, ion karboksilat, alkohol, atau air karena dalam setiap kasus, nukleofil yang masuk adalah basa lemah dari gugus pergi amida.

SIFAT FISIK AMIDA :

Kepolaran molekul senyawa turunan asam karboksilat yang disebabkan oleh adanya gugus karbonil (-C-), sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisiknya (titik didih,titik lebur dan kelarutan) diketahui bahwa titik didih halida asam, anhidrida asam karboksilat dan ester hampir sama dengan titk didih aldehid dan keton yang berat molekulnya sebanding. Khusus untuk senyawa amida, harga titik didihnya cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen antar molekulnya yang digambarkan sebagai berikut :

RH C…O N – H ….O N – HC HR

Semua turunan asam karboksilat dapat larut dalam pelarut organik, sedangkan dalam air kelarutannya tergantung pada jumlah atom karbon yang terdapat dalam molekulnya. Sebagai contoh, untuk kelompok senyawa ester yang mengandung 3-5 atom C dapat larut dalam air, tetapi untuk kelompok senyawa amida yang larut dalam air adalah yang memiliki 5-6 atom C.
Berbagai ester yang volatil mempunyai bau sedap sehingga sering digunakan dalam pembuatan parfum atau bahan penyedap rasa sintetik. Kelompok senyawa klorida asam memiliki bau yang tajam karena mudah terhidrolisis dan menghasilkan asam karboksilat dan HCL yang masing-masing memiliki bau khas.

SIFAT KIMIA AMIDA :

Dalam mempelajari sifat-sifat kimia masing-masing kelompok turunan asam karboksilat, terlebih dahulu harus dipahami Ciri-ciri umum reaksinya seperti yang di uraikan di bawah ini :
Keberadaan gugus karbonil dalam turunan asam karboksilat sangat menentukan kereaktifan dalam reaksinya, walaupun gugus karbonil tersebut tidak mengalami perubahan. 
Gugus asil ( R-C=O ) menyebabkan turunan asam karboksilat mudah mengalami substitusi nukleofilik. Dalam substitusi ini, atom/gugus yang berkaitan dengan gugus asil digantikan oleh gugus lain yang bersifat basa. Reaksi substitusi nukleofilik pada turunan asam karboksilat berlangsung lebih cepat dari pada reaksi substitusi nukleofilik pada rantai karbon jenuh (gugus alkil). Amida dibuat dengan mereaksikan amonia pada klorida asam atau anhidrida asam, sedangkan dalam industri dibuat dengan cara memanaskan garam amonium karboksilat.
Hidrolisis suatu amida dapat berlangsung dalam suasana asam atau basa.
Dalam lingkungan asam, terjadi reaksi antara air dengan amida yang telah terprotonasi dan menghasilkan asam karboksilat –NH3


Hidrolisis Amida dengan katalis asam


Ketika amida dihidrolisis dalam kondisi asam, proton asam dari karbonil oksigen, meningkatkan kerentanan karbon karbonil untuk menyerang nukleofilik. Serangan nukleofilik oleh air pada karbon karbonil menyebabkan senyawa intermediet tetrahedral I, yang berada dalam kesetimbangan dengan bentuk bukan protonnya, intermediet tetrahedral II. Reprotonasi dapat terjadi baik pada oksigen untuk reformasi intermediet tetrahedral I atau pada nitrogen untuk membentuk intermediet tetrahedral III. Protonasi pada nitrogen disukai karena kelompok NH2  tersebut merupakan basa yang lebih kuat daripada kelompok OH. Dari dua kemungkinan gugus pergi pada kelompok intermediet tetrahedral III (-OH dan NH3), NH3  adalah basa lemah, sehingga dilepas, membentuk asam karboksilat sebagai produk akhir. Karena reaksi dilakukan dalam larutan asam, NH3 akan terprotonasi setelah diusir dari intermediet tetrahedral. Hal ini mencegah terjadinya reaksi berkebalikan.

Dalam lingkungan basa, terjadi serangan OH- pada amida dan menghasilkan anion asam karboksilat +NH3.

SINTESIS AMIDA

Senyawa amida dapat disintesis dengan beberapa cara yaitu dengan dehidrasi garam ammonium, dimana asam karboksilat dicampur dengan amina akan diperoleh garam ammonium yang kemudian didehidrasi membentuk senyawa amida.
Menurut Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. (1986) amida dapat disintesis dengan mereaksikan antara ester dengan amoniak cair dan menghasilkan hasil samping etanol. Amida juga dapat disintesis dengan turunan asam karboksilat lainnya seperti anhidrida asam halida asam dengan amoniak cair.
Sintesis senyawa amida telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya,  diantaranya adalah Sintesis senyawa amida dari trigliserida telah dilakukan oleh Farizal (2004), dimana senyawa amida dibuat dengan mereaksikan antara trigliserida  dengan amoniak berlebih dengan berbagai variasi waktu dan suhu tetapi tanpa menggunakan katalis. Hal yang sama juga telah dilakukan oleh Makmun, S.W (2004) yang mensintesis senyawa fatty amida dari minyak kelapa sawit dengan metode yang sama yaitu dengan mereaksikan metil oleat dengan amoniak berlebih  tetapi tanpa penggunaan pelarut dan katalis, dimana mengalami kesulitan karena konsentrasi lemak yang tinggi sehingga reaksinya dengan amoniak kemungkinan akan membutuhkan energi yang sangat besar.

KEGUNAAN AMIDA :
  1. Formamida digunakan sebagai pelarut dan juga untuk bahan pelunak.
  2. Asetamida banyak sekali diperlukan dalam sintesis senyawa organik, baik sebagai pereaksi maupun pelarut dan juga untuk bahan pembasah.

PERMASALAHAN :
  1. Amida merupakan salah satu turunan asam karboksilat, mengapa Keberadaan gugus karbonil dalam turunan asam karboksilat sangat menentukan kereaktifan dalam reaksinya, walaupun gugus karbonil tersebut tidak mengalami perubahan.?
  2. Dalam lingkungan asam, terjadi reaksi antara air dengan amida yang telah terprotonasi dan menghasilkan asam karboksilat –NH3. akan tetapi mengapa pada suasana basa, yang terjadi adalah serangan OH-?

4 komentar:

  1. saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 1,
    menurut literatur yang saya baca bahwa Turunan-turunan asam karboksilat memiliki stabilitas dan reaktifitas yang berbeda tergantung pada gugus yang melekat pada gugus karbonil. Stabilitas dan reaktifitas memiliki hubungan terbalik, yangberarti bahwa senyawa yang lebih stabil umumnya kurang reaktif dan sebaliknya.
    Nah Stabilitas itu sendiri untuk semua jenis turunan asam karboksilat umumnya ditentukan oleh kemampuan kelompok fungsional untuk menyumbangkan elektron ke seluruh molekul. Pada dasarnya, semakin elektronegatif atom atau kelompok yang melekat pada gugus karbonil maka molekul akan kurang stabil. Hal ini mudah menjelaskan fakta bahwa asil halida yang paling reaktif karena halida biasanya cukup elektronegatif. Ini juga menjelaskan mengapa anhidrida asam tidak stabil, dengan dua kelompok karbonil begitu dekat bersama oksigen di antara mereka sehingga tidak dapat menstabilkan baik oleh resonansi maupun pada pinjaman elektron untuk kedua karbonil.
    Urutan kereaktifan turunan asam karboksilat adalah sebagai berikut:
    Asil Halida (CO-X)> Anhidrida Asas >(-CO-O-OCR) > Tioester Asil
    (-CO-SR) >Ester(-CO-OR) > Amida(-CO-NR2)

    BalasHapus
  2. Saya akan menjawab pertanyaan no 1.
    Keberadaan gugus karbonil dalam turunan asam karboksilat sangat menentukan kereaktifan dalam reaksinya karena keberadaan gugus karbonil sangat mempengaruhi dalam nukleofilik menyerang gugus karbonil. Turunan asam karboksilat yang tidak mempunyai hambatan sterik akan lebih mudah mengalami serangan nukleofilik dari pada yang mempunyai hambatan sterik. turunan asam karboksilat yang mempunyai kepolaran lebih besar lebih mudah diserang dari pada turunan asam karboksilat dengan kepolaran rendah. konsekuensinya kita dapat mengubah turunan asam yang lebih reaktif menjadi turunan asam yang kurang reakif, tetapi tidak sebalikknya.

    BalasHapus
  3. menurut literatur yg saya baca:
    Amida merupakan salah satu turunan dari asam karboksilat yang paling tidak reaktif, amida yang paling penting ialah protein..ketidak reaktifan dikarena protein terdiri dari asam amino yang dihubungkan oleh ikatan amida.

    Teori orbital molekul dapat menjelaskan mengapa amida yang tidak reaktif. Amida memiliki kontributor resonansi penting di mana saham nitrogen satu pasangan dengan karbon karbonil, orbital yang berisi pasangan bebas tumpang tindih orbital kosong dari gugus karbonil. Keadaan tumpang tindih menurunkan energi-satu pasangan itu bukan basa atau nukleofilik-dan menimbulkan energi dari orbital gugus karbonil, sehingga kurang reaktif terhadap nukleofil.

    BalasHapus
  4. saya akan coba menjawab
    menurut literatur yang saya baca stabilitas dan reaktifitas yang berbeda tergantung pada gugus yang melekat pada gugus karbonil. Stabilitas dan reaktifitas memiliki hubungan terbalik, yang berarti bahwa senyawa yang lebih stabil umumnya kurang reaktif dan sebaliknya. Karena asil halida adalah kelompok paling tidak stabil, masuk akal bahwa senyawa ini dapat secara kimia diubah ke jenis lain. Karena amida adalah jenis yang paling stabil, secara logis harus mengikuti bahwa amida tidak dapat dengan mudah berubah menjadi jenis molekul lain.
    Stabilitas semua jenis asam karboksilat derivatif umumnya ditentukan oleh kemampuan kelompok fungsional untuk menyumbangkan elektron ke seluruh molekul. Pada dasarnya, semakin elektronegatif atom atau kelompok yang melekat pada gugus karbonil maka molekul akan kurang stabil. Hal ini mudah menjelaskan fakta bahwa asil halida yang paling reaktif karena halida biasanya cukup elektronegatif. Ini juga menjelaskan mengapa anhidrida asam tidak stabil, dengan dua kelompok karbonil begitu dekat bersama oksigen di antara mereka sehingga tidak dapat menstabilkan baik oleh resonansi maupun pada pinjaman elektron untuk kedua karbonil.

    BalasHapus